Sabtu, 19 September 2015

Angguk Sebagai Kesenian Warisan Pasunggingan

braling2

Balai rumah limasan di Desa Pasunggingan, Kecamatan Pengadegan itu diramaikan oleh pemuda desa setempat. Dengan semangat kebersamaan mereka kembali menghidupkan tarian Angguk. Angguk merupakan salah satu kesenian tradisi tari khas Banyumas yang nyaris punah. Sudah beberapa malam di awal tahun 2014 ini, anak-anak Pasunggingan berlatih tari angguk.
Di antara gerak pemuda itu, orang-orang tua, yang sebagian di antaranya sudah berusia lebih dari 60 tahun menjadi penabuh dan pelantun syair-syair yang diambilkan dari kitab Barzanji. Perpaduan irama alat musik semacam genjring, jidur dan kendang membikin malah semakin semarak. Kelompok kesenian tari angguk itu bernama Sri Rahayu Desa Pasunggingan dan dipimpin Martoyo, 70 tahun.
Martoyo merupakan turunan ketiga dari pengembang kesenian itu di Pasunggingan. Keberadaan kesenian langka itu sudah ada sejak zaman Belanda. Meski sulit, regenerasi terus dilakukan. Aksi tarian Angguk langka bernapas islami yang dilakukan pemuda malam itupun direkam oleh tim produksi film dokumenter dari Sabuk Cinema ekstrakulikuler sinematografi SMA Bukateja.
braling3
Upaya mendokumenterkan Tari Angguk di Desa Pasunggingan, Kecamatan Pengadegan dilakukan dengan tidak sembarangan oleh Sabuk Cinema ekstrakulikuler sinematografi SMA Bukateja. Pengambilan gambar film dokumenter oleh pelajar SMA itu dilaksanakan selama tiga hari, yakni Jumat-Minggu, 17-19 Januari 2014. Sebelumnya, mereka sudah lebih dulu menggelar riset.
Riset dilakukan berbulan-bulan. Mereka kudu bolak-balik ke desa, menemui dan bergaul dengan pelaku kesenian Angguk. Mereka punmengambil data kesenian Angguk dari Perpustakaan Film dan Buku Jaringan Kerja Film Banyumas (JKFB).
“Tidak semata hasilnya, tapi proses kami bergaul dan berada di tengah-tengah masyarakat pecinta dan pelaku seni tradisi,” kata Uli Retno Dewanti. Guru pembina ekskul sinematografi Meinur Diana Irawati mengatakan, melalui produksi film dokumenter ini siswa menjadi bisa bergaul dan mempelajari masyarakat dengan cara terjun langsung.
“Hal ini yang tidak mereka dapatkan dalam pelajaran formal, karena itu ekskul sinema dibutuhkan,” jelas Meinur yang kesehariannya menjadi guru pengampu pelajaran Ekonomi.

0 komentar:

Posting Komentar